Indonesia
merupakan salah satu negara yang
terkenal dengan ribuan pulaunya.Setiap pulau mempunyai kekhasan yang berbeda-beda,
salah satunya dari aspek budaya. Jadi, tak salah jika Indonesia
dikenal karena kekayaan budayanya.
Dari
sekian pulau di Indonesia, Pulau Sumba merupakan salah satu pulau kecil yang ada di
Indonesia bagian timur, tepatnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, menurut letak geografisnya,
Pulau Sumba adalah salah satu dari beberapa pulau besar di NTT. Pulau Sumba memiliki 4
kabupaten yang salah satunya telah mengalami pemekaran yaitu Kabupaten Sumba
Barat. Sumba Barat mengalami pemekaran menjadi Sumba Tengah dan Sumba Barat
Daya. Namun pemekaran daerah ini tidak merubah sistem kebudayaan Sumba yang
sudah menjadi tradisi secara turun temurun.
Salah
satu budaya yang masih terpelihara di Pulau Sumba adalah Pasola.Pasola merupakan rangkaian upacara tradisional masyarakat
Sumba yang masih menganut agama asli yaitu Marapu.
Lalu,
apa yang dimaksud dengan Marapu ?
Marapu adalah kepercayaan masyarakat
Sumba terhadap roh-roh nenek moyang. Konsep ini sering dikenal dengan istilah animisme,
tapi ada sebagian dari mereka yang menyembah binatang tertentu (totemisme). Marapu merupakan nilai dasar masyarakat
Sumba yang juga menjadi falsafah hidup bagi berbagai ungkapan budaya Sumba. Lebih menarik lagi yaitu pandangan para
Tau Humba (orang-orang Sumba) terhadap alamsemesta. Mereka memandang alam semesta dengan istilah“
Walu danu awangu, pucudanu laur i “ yang berarti 8 lapis langit dan 7 lapis bumi.
Lapisan langit dihuni roh baik dan lapisan bumi dihuni roh jahat.
Kembali pada tradisi Pasola. Pasola yaitu permainan ketangkasan dari
Sumba Barat dengan cara saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang
dipacu kencang antara dua kelompok berlawanan. Biasanyatradisiperanginidilaksanakan
di bentangan padang yang luas dan ditonton segenap warga dari kelompok yang bersangkutan,
masyarakat umum bahkan turis mancanegara.
Masing-masing kelompok terdiri lebih dari
100 pemuda bersenjatakan tombak dari kayu yang berujung tumpul. Cukup mengerikan ketika dalam pasola ini memakan korban jiwa. Meski disebut permainan,
namun tradisi ini juga menjadi salah satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan masyarakat Sumba pada leluhurnya. Ada
beberapa ketentuan saat pelaksanaan pasola.Jika ada darah yang keluar dari para
“ksatria” (mereka yang bermain pasola),
maka darah itu dianggap berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panen. Namun, bila terjadi kematian dalam permainan pasola,
menandakan bahwa sebelumnya telah terjadi pelanggaran norma adat yang dilakukan warga
di tempat pelaksanaan pasola. Menurut kepercayaan Marapu,
korban tersebut justru mendapat hukuman dari para dewa karena telah melakukan pelanggaran.
Pasola adalah kultur religius yang mengungkapkan inti
religiusitas agama Marapu. Hal ini
sangat jelas pada pelaksanaan pasola, pasola diawali dengan doa semadhi dan
Lakutapa (puasa) para Rato, foturolog dan pemimpin religius dari setiap kabisu
terutama yang terlibat dalam pasola.Sedangkan sebulan sebelum hari H
pelaksanaan pasola sudah dimaklumkan bulan pentahiran bagi setiap warga. Pasola jugamerupakan satu bentuk
penyelesaian krisis suku melalui `bellum pacificum’ perang damai dalam
permainan pasola.Pasola menjadi
perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang turut dalam pasola dan
bagi masyarakat umum. Permainan jenis apa pun termasuk pasola selalu menjadi
sarana sosial ampuh. Apalagi bagi kedua kabisu yang terlibat secara langsung
dalam pasola.
Pasola diawali dengan pelaksanaan adatnyale. Adat nyale adalah
salah satu upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai
dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Adat tersebut dilaksanakan pada waktu bulanpurnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat
disebut nyale) keluar di tepi pantai. Para Rato (pemuka suku) akan memprediksi saat
nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang. Setelah nyale pertama
didapat oleh Rato, nyale dibawa ke majelis para Rato untuk dibuktikan
kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya. Bila nyale tersebut gemuk, sehat, dan
berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan kebaikan dan panen yang berhasil. Sebaliknya, bila nyale kurus dan
rapuh, akan didapatkan malapetaka.Setelah itu penangkapan nyale baru boleh
dilakukan oleh masyarakat.Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat
dilaksanakan.
Selama pasola berlangsung
semua peserta, kelompok pendukung dan penonton diajak untuk tertawa bersama,
bergembira bersama dan bersorak-sorai bersama sambil menyaksikan ketangkasan
para pemain dan ringkik pekikan gadis-gadis pendukung kubu masing-masing.
Karena itu pasola menjadi terminal pengasong keseharian penduduk dan tempat
menjalin persahabatan dan persaudaraan.
Sebagai sebuah pentas
budaya sudah pasti pasola mempunyai pesona daya tarik yang sangat memukau. Oleh
karenanya pemerintah dan seluruh warga masyarakat setempat sangat mendukung untuk
menjadikan kegiatan pasola
sebagai salah satu `mayor event’ yang pantas menjadi kekayaan budaya bangsa
yang tak ternilai harganya.
0 komentar:
Posting Komentar